loading…
Fintech Lending Days 2025 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) di Sorong, Papua Barat Daya. FOTO/dok.SindoNews
Program ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Fintech Lending Days 2025 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) di Sorong, Papua Barat Daya, pada 9–10 Juli 2025. Kehadiran program ini bertujuan untuk memberikan pendidikan mengenai pentingnya pemahaman keuangan di tengah meningkatnya penggunaan layanan pinjaman digital yang semakin populer.
Menarik untuk dicermati bagaimana perusahaan ini menggunakan pendekatan yang berfokus pada edukasi. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang beralih ke layanan pinjaman digital, literasi keuangan yang rendah dapat menimbulkan risiko buruk bagi individu dan lingkungan keuangan secara umum. Bagaimana cara memitigasi risiko ini? Jawabannya ada pada pendidikan. Melalui Kelas Pintar Bersama, peserta diberikan informasi dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola keuangan mereka dengan lebih baik.
Pentingnya Literasi Keuangan di Era Digital
Literasi keuangan adalah kemampuan individu untuk memahami dan menggunakan berbagai informasi keuangan yang tersedia. Di era digital saat ini, pentingnya literasi keuangan menjadi semakin krusial. Data menunjukkan bahwa banyak individu yang terjebak dalam utang karena kurangnya pemahaman tentang produk keuangan yang mereka gunakan. Hal ini menekankan perlunya pendidikan yang mampu menjembatani kesenjangan antara pengetahuan dan praktik keuangan yang baik.
Program ini tidak hanya memberikan pengetahuan teoritis, tetapi juga praktik langsung tentang cara mengelola keuangan pribadi. Misalnya, peserta diajarkan cara menyusun anggaran, menabung, dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu. Ini menjadi modal penting bagi mereka untuk mengambil langkah yang lebih bijak dalam keuangan, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Inisiatif dan Strategi untuk Meningkatkan Literasi Keuangan
Salah satu inisiatif yang menarik adalah penggunaan survei psikometri untuk menilai perilaku finansial peserta. Survei ini mengukur tanggung jawab pembayaran, kebiasaan menabung, serta disiplin dalam merencanakan anggaran. Dengan pendekatan ini, para peserta tidak hanya memahami teori finansial, tetapi juga menyadari perilaku mereka sendiri yang dapat mempengaruhi keputusan keuangan mereka.
Penggunaan kuesioner berbasis ilmu perilaku ini mendorong peserta untuk introspeksi dan memahami kebiasaan mereka. “Skor psikometri membawa pendekatan baru: dari angka ke empati. Kami ingin memanusiakan proses pinjaman digital. Fitur ini membantu kami melihat pengguna sebagai individu dengan kebiasaan dan kebutuhan unik,” ungkap seorang perwakilan program.
Dalam seminar ini, para peserta juga berbagi pengalaman dan belajar dari satu sama lain, menciptakan lingkungan belajar yang lebih interaktif dan menarik. Diskusi ini bisa memberikan wawasan tambahan yang seringkali tidak didapatkan dari pelajaran formal. Dengan demikian, kegiatan ini tidak hanya sekadar transfer pengetahuan, tetapi juga membangun komunitas yang saling mendukung dalam mengelola keuangan.
Penutup dari program ini adalah harapan akan terciptanya masyarakat yang lebih sadar finansial, yang bukan hanya mampu berutang dengan bijak tetapi juga berinvestasi untuk masa depan. Dengan mengedukasi lebih banyak orang tentang literasi keuangan, diharapkan akan ada pengurangan risiko utang yang tidak terkelola dan peningkatan kesejahteraan secara keseluruhan.