loading…
Hamas menegaskan bahwa Gaza tak akan menyerah. Foto/Press TV
Pernyataan ini muncul sebagai respon terhadap komentar Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang baru-baru ini menyatakan keinginannya untuk melihat semua sandera dibebaskan serta menyerahnya Hamas. Al-Rishq menyebutkan bahwa ungkapan tersebut merupakan refleksi dari “kekalahan psikologis” yang dialami oleh Israel, jauh dari kenyataan yang ada di medan perang. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, seberapa efektif kah pendekatan yang dijalankan oleh masing-masing pihak dalam menghadapi konflik ini?
Dinamika Perlawanan Gaza
Perlawanan yang dilakukan oleh Hamas dan kelompok-kelompok Palestina lainnya telah menciptakan beberapa dinamika baru di lapangan. Al-Rishq menambahkan, sejak dimulainya operasi militer Israel, yang mendapatkan dukungan penuh dari Amerika Serikat, situasi di Gaza telah menjadi semakin kritis. Ini bukan sekadar konflik bersenjata; ini adalah perjuangan untuk eksistensi dan pengakuan hak-hak asasi manusia. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi hak asasi manusia, serangan yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel dikategorikan sebagai tindakan genosida.
Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah warga Palestina yang tewas atau terluka telah mencapai sekitar 194.000, di mana sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 11.000 orang dilaporkan hilang dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Angka-angka ini tidak hanya mencerminkan dampak fisik dari konflik, tetapi juga efek psikologis jangka panjang yang akan dirasakan oleh generasi mendatang.
Dimensi Hukum Internasional dan Tindakan Kejahatan Perang
Perdebatan mengenai keabsahan tindakan militer di Gaza tidak berhenti di ranah sipil. Seorang anggota tim hukum utama Israel yang terlibat dalam kasus genosida yang diusulkan oleh Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional (ICJ) secara terbuka mengutuk operasi terbaru militer Israel di Gaza sebagai “kejahatan perang nyata.” Ini menunjukkan bahwa di balik jargon politik, ada realitas hukum yang harus dihadapi oleh setiap negara, apalagi ketika berurusan dengan hukum humaniter internasional.
Dari perspektif hukum, semakin banyak bukti yang mengarah pada pelanggaran berulang terhadap konvensi internasional yang mengatur perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata. Kasus ini akan menjadi tantangan terbesar bagi Israel di komunitas internasional dan menggugurkan argumen-argumen yang selama ini mereka kemukakan untuk membenarkan tindakan mereka di Gaza.
Melihat semua kondisi ini, penting bagi semua pihak yang terlibat untuk mencari solusi damai yang berkelanjutan. Hanya dengan dialog konstruktif dan pengakuan hak asasi manusia semua pihak, konflik yang telah berlangsung lama ini dapat menemukan jalan keluar yang lebih manusiawi. Penutupan konflik ini sangat mendesak, mengingat konsekuensi yang dialami oleh masyarakat sipil yang terdampak oleh situasi ini.