loading…
Eddy Suprapto, Presidium Masyarakat Profesional untuk Demokrasi. Foto/SindoNews
Presidium Masyarakat Profesional untuk Demokrasi
LONCENG darurat cadangan minyak strategis Indonesia telah bergema. Pasalnya, Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan operasional konsumsi nasional. Pembangunan infrastuktur Cadangan Minyak Strategis (Strategic Petroleum Reserve atau SPR) tidak bisa ditunda karena memasuki fase darurat. Salah satu fungsi penting dari cadangan minyak strategis adalah menjaga stabilitas energi nasional.
Indonesia memasuki usia kemerdekaan yang ke-80 bulan depan. Namun, prioritas dalam membangun Cadangan Minyak Strategis hingga saat ini masih belum dikerjakan. Narasi tentang kemandirian energi sering kali muncul dalam program kerja berbagai kabinet pemerintahan, tetapi pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Pembahasan mengenai kemandirian energi juga sering menjadi agenda rapat antara Kementerian ESDM dan Dewan Perwakilan Rakyat, namun belum menghasilkan langkah konkret. Padahal, darurat cadangan minyak strategis kini telah memasuki fase kedaruratan.
Keberadaan Cadangan Minyak Strategis
Cadangan minyak mentah sebagai instrumen untuk menstabilkan pasar dan menjaga stabilitas ekonomi nasional saat terjadi krisis energi sudah memasuki fase yang mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN dan memiliki letak geografis yang strategis, hanya memiliki cadangan operasional konsumsi nasional. Ini berarti bahwa Indonesia hanya bisa bertahan selama beberapa hari saja jika terjadi kendala atau gangguan pasokan.
Saat ini, tidak ada mekanisme hukum atau kelembagaan yang jelas mengatur penyimpanan minyak sebagai cadangan negara. Cadangan minyak strategis yang ada hanya bersifat operasional dan dikelola oleh entitas komersial seperti pengelola minyak utama di Indonesia. Mengoperasikan konsumsi harian minyak mencapai 1,6 juta barel, Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain. Misalnya, Jepang memiliki cadangan untuk 90 hari, India untuk 45 hari, dan Korea Selatan untuk 93 hari. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu berbenah dan serius dalam membangun infrastruktur yang diperlukan untuk pengelolaan cadangan minyak strategis.
Dampak Ekonomi dan Strategi Solusi
Dari sudut pandang ekonomi, situasi ini sangat mengkhawatirkan. Apabila terjadi konflik geopolitik yang mengakibatkan lonjakan harga minyak dunia, contohnya dari US$80 menjadi US$150 per barel, Indonesia yang saat ini mengimpor lebih dari 800 ribu barel minyak per hari akan menghadapi tekanan luar biasa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan langsung tertekan, dengan kenaikan subsidi BBM yang bisa mencapai IDR350 triliun dalam waktu satu tahun. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera membangun kerangka hukum, kelembagaan, dan infrastruktur penyimpanan cadangan energi strategis.
Keberadaan cadangan energi strategis bukan hanya untuk menghadapi krisis, tetapi juga untuk memberikan ketenangan kepada masyarakat serta dunia usaha. Dengan adanya cadangan minyak strategis, pemerintah bisa lebih fokus dalam menangani kebijakan energi dan distribusi yang adil. Dalam waktu dekat, diharapkan langkah konkret dapat diambil, dan semua pihak bisa bersatu untuk mewujudkan kemandirian energi nasional sebagai prioritas utama demi kepentingan bangsa.