loading…
Perdana Menteri India, Narendra Modi, berbicara pada KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, pada bulan Agustus 2023. FOTO/Reuters
Statistik menunjukkan bahwa BRICS menyumbang lebih dari 32% produk domestik bruto (PDB) dunia dan lebih dari 40% populasi global. Namun, dengan penerapan tarif baru ini, sektor perdagangan global berada di ambang ketidakpastian. Pertanyaan yang muncul adalah: seberapa besar dampak kebijakan ini terhadap ekonomi masing-masing negara, terutama India?
Dampak Tarif Terhadap Ekonomi BRICS dan India
Pengumuman tarif 10% oleh Amerika Serikat adalah langkah yang bisa jadi sangat berisiko. Berdasarkan data dari Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (USTR), nilai impor agregat AS dari negara-negara BRICS mencapai USD886 miliar. Dengan tarif baru ini, beban bea masuk tambahan diperkirakan mencapai lebih dari USD88 miliar. Hal ini tentunya berpotensi menghambat ekspansi ekonomi dan mengurangi ketergantungan negara-negara BRICS pada dolar AS.
Pentingnya ekspor farmasi India ke AS tidak bisa diabaikan. Tahun 2024–2025, ekspor ini tercatat mencapai USD9,8 miliar, yang merupakan sekitar 30% dari total ekspor produk farmasi India. Dengan tarif tinggi yang mencakup hingga 200%, harga obat di pasar Amerika berpotensi melambung, yang akan mengganggu rantai pasok global, serta memicu kekurangan di sektor kesehatan AS. Pemilik program kesehatan pemerintah seperti Medicare dan Medicaid kemungkinan akan merasakan dampaknya, terutama di negara-negara bagian yang banyak mengimpor obat dari India.
Peluang dan Tantangan Ekonomi di Tengah Proteksionisme
Di tengah tantangan ini, ada pula peluang yang bisa diambil oleh negara-negara BRICS. Negara-negara seperti India harus memikirkan strategi diversifikasi pasar untuk mengurangi ketergantungan pada satu pasar, khususnya AS. Produsen dan eksportir bisa mengeksplorasi negara-negara lain sebagai tujuan pasar untuk produk mereka, termasuk menjalin kerjasama yang lebih erat dengan negara-negara non-Barat.
Sektor lainnya yang juga terancam adalah ekspor tembaga India, yang dihargai USD2 miliar. Jika tarif dikenakan hingga 50%, maka sektor ini akan menghadapi risiko menurunnya daya saing. Sebagai tindak lanjut, pemerintah mungkin perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung industri lokal untuk tetap bersaing di pasar internasional. Seluruh upaya ini akan mencerminkan dinamika baru dalam perdagangan global dan bagaimana negara-negara dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Secara keseluruhan, kebijakan proteksionisme yang semakin menguat di AS membawa tantangan sekaligus peluang bagi negara-negara anggota BRICS. Dengan pendekatan yang tepat, bukan tidak mungkin mereka dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat hubungan ekonomi satu sama lain dan menciptakan strategi baru yang lebih berkelanjutan.