loading…
Kelelahan psikologis dan putus asa tak bisa kalahkan Hamas, banyak tentara Israel pilih bunuh diri. Foto/X
Fakta yang mencolok adalah banyak dari tentara ini menghadapi stres berat yang berujung pada peningkatan kasus bunuh diri. Hal ini mengindikasikan bahwa konflik yang berkepanjangan tidak hanya mengakibatkan kerugian di lapangan, tetapi juga menyisakan duka mendalam bagi para prajurit dan keluarga mereka. Pertanyaannya kini adalah, seberapa besar dampak psikologis ini terhadap mereka yang terlibat dalam operasi militer ini?
Stres Psikologis dan Tingkat Bunuh Diri yang Meningkat
Berdasarkan laporan dari sumber berita terkemuka, terdapat lonjakan signifikan dalam kasus bunuh diri di kalangan tentara, yang sebagian besar terpengaruh oleh stres berkepanjangan akibat operasi yang berlangsung tanpa henti. Data militer menunjukkan bahwa sejumlah tentara telah terlibat dalam pertempuran selama lebih dari 300 hari, sehingga memicu kelelahan mental yang parah. Peningkatan kasus bunuh diri yang tercatat pada tahun 2024 melonjak drastis jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni dengan 38 kasus dilaporkan, di mana 28 di antaranya terjadi setelah dimulainya konflik di Gaza.
Hal ini menunjukkan adanya tren mengkhawatirkan ketika kita melihat angka-angka ini. Jika pada tahun 2022 hanya tercatat 14 kasus bunuh diri dan 11 kasus pada tahun 2011, maka kita dapat melihat peningkatan hampir empat kali lipat dalam dua tahun saja. Ini adalah sinyal bahwa beban psikologis yang dialami oleh tentara semakin meningkat, dan perlu ada perhatian khusus yang diberikan kepada mereka yang berjuang di garis depan.
Mobilisasi Tentara Cadangan dan Implikasi Psikologis
Keadaan ini diperparah dengan mobilisasi tentara cadangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 300.000 tentara cadangan terlibat dalam operasi ini, di mana banyak dari mereka tidak hanya menghadapi situasi perang yang ekstrem tetapi juga tekanan psikologis yang berkepanjangan akibat torpedo emosional dari konflik yang berkepanjangan. Banyak di antara mereka yang mungkin tidak pernah membayangkan akan menghadapi kekerasan semacam ini. Strategi untuk menyelamatkan jiwa menjadi sangat penting, mengingat ada kebutuhan yang mendesak untuk mengatasi dampak psikologis dan emosional dari konflik.
Penanganan psikologis yang tepat dapat membantu meringankan beban mental dan memberikan dukungan yang diperlukan kepada prajurit. Upaya untuk memperbaiki layanan kesehatan mental bagi mereka, termasuk konseling dan dukungan emosional, menjadi sangat krusial. Kesadaran masyarakat dan pemangku kebijakan diperlukan agar tidak ada prajurit yang merasa kesepian dan terasing dalam perjuangan mereka.
Penutup permasalahan ini memerlukan langkah yang nyata dan konsisten, di mana dukungan untuk prajurit harus menjadi prioritas agar mereka dapat kembali berfungsi dengan baik dalam kehidupan sipil seusai bertugas. Kesehatan mental tentara harus diperhatikan secara serius agar tragedi yang menimpa beberapa tentara ini tidak terulang lagi di masa depan.