loading…
Raden Sahid, yang dikenal sebagai Sunan Kalijaga, memiliki jejak sejarah yang bergulir melalui hubungan kekerabatan dengan Ronggolawe. Sosok Ronggolawe ini merupakan tokoh penting yang berperan dalam mendirikan Kerajaan Majapahit bersama Raden Wijaya. Melihat kedalaman sejarah ini, kita tidak hanya tertarik pada kisah kepahlawanan, tetapi juga pada dinamika politik yang melatarbelakanginya.
Berdasarkan catatan sejarah, Ronggolawe adalah anak dari Arya Wiraraja, sosok yang terlibat dalam konflik besar di Tuban. Pemberontakan yang dipimpin oleh Ronggolawe terjadi di masa Raden Wijaya berkuasa, dan itu bukan sekadar insiden kecil dalam catatan kerajaan, melainkan titik balik yang membentuk tatanan sosial dan politik Majapahit.
Perjuangan Ronggolawe dan Ketidakpuasan yang Melahirkan Pemberontakan
Pemberontakan Ronggolawe terjadi sebagai respons atas ketidakpuasan yang mendalam. Raden Wijaya, yang saat itu memegang kendali penuh, membuat keputusan yang tidak bisa diterima oleh Ronggolawe dan sejumlah pejabat lainnya. Ia mengangkat Nambi menjadi Patih Amangkubumi, sementara Ronggolawe hanya diberi jabatan sebagai Adipati di Dataran Tuban. Hal ini menciptakan ketegangan yang menjurus pada perlawanan.
Dengan latar belakang ini, penting untuk memahami bagaimana perubahan kekuasaan dapat memicu reaksi yang berujung pada pemberontakan. Pemberian jabatan yang tidak sesuai dengan harapan dapat menghancurkan kepercayaan kepada pemimpin, dan dalam konteks ini, keputusan Raden Wijaya dianggap sangat tidak adil oleh Ronggolawe. Menarik untuk dicatat bahwa komitmen politis dan loyalitas kerap kali diuji dalam dinamika seperti ini, menciptakan ruang bagi friksi dan perpecahan.
Selain itu, latar belakang Ronggolawe yang merupakan keturunan bangsawan juga dapat menambah dimensi dalam situasi ini. Keberadaannya sebagai putra Arya Wiraraja, yang sebelumnya terlibat dalam politik, menciptakan jembatan antara kehidupan keluarga dan jalur politiknya. Ketidakpuasan yang dialaminya dapat dipahami sebagai cerminan kegagalan sistem dalam memenuhi harapan individu yang memiliki status tinggi.
Impak Pemberontakan dan Kesempatan yang Hilang
Sayangnya, pemberontakan yang dipimpin oleh Ronggolawe tidak berlangsung lama. Kebo Anabrang, seorang jendral yang setia kepada Raden Wijaya, mengambil tindakan untuk meredam kekacauan tersebut. Melalui strategi yang terencana, pemberontakan ini berhasil ditumpas, dan Ronggolawe sendiri akhirnya meninggal. Kematian seorang pemimpin yang penuh semangat ini membawa dampak yang signifikan, khususnya dalam konteks ketidakpuasan yang tampak di kalangan pengikutnya.
Ronggolawe meninggalkan dua putra, Aria Teja I dan Aria Teja II, yang kelak melanjutkan garis keturunan bangsawannya. Kehidupan mereka menjadi sorotan selanjutnya, serta bagaimana mereka dapat menghadapi warisan yang ditinggalkan oleh ayah mereka. Ini menciptakan peluang untuk menjelajahi lebih dalam tentang bagaimana keturunan dari tokoh tersebut beradaptasi dalam konteks sosial dan politik yang lebih luas.
Kita dapat melihat bahwa pemberontakan Ronggolawe bukan hanya tentang satu individu, tetapi lebih merupakan refleksi dari dinamika yang kompleks antara kekuasaan, harapan, dan kekecewaan. Kenangan akan sosok ini, meskipun berakhir tragis, tetap menjadi bagian dari narasi yang lebih besar tentang perkembangan Kerajaan Majapahit dan perjuangan untuk keadilan di tengah hiruk-pikuk politik.