Banjir kiriman kembali melanda sejumlah permukiman di Jakarta Barat, tepatnya di Jalan Briti, Kembangan pada malam hari Minggu yang lalu. Ketinggian air yang mencapai 40-50 cm ini menghanyutkan berbagai aktivitas warga dan mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Penyebab utama dari bencana ini berasal dari air kiriman yang mengalir dari Bogor, yang menyebabkan Kali Pesanggrahan meluap.
Fenomena banjir kiriman bukanlah hal baru di kawasan ini. Setiap kali hujan deras terjadi di hulu, terutama di wilayah Bogor, warga setempat selalu dalam keadaan siaga. Hal ini dikarenakan sistem drainase yang ada seringkali tidak mampu menampung debit air yang tinggi, mengakibatkan limpahan ke permukiman di sekitarnya.
Seluk Beluk Banjir Kiriman di Kembangan
Banjir kiriman adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan banjir yang disebabkan oleh air dari daerah hulu yang mengalir ke hilir. Dalam kasus Jalan Briti, air dari Kabupaten Bogor meluap ke Kali Pesanggrahan, yang berujung pada genangan di permukiman warga. Pihak berwenang sering kali mengingatkan bahwa curah hujan yang tinggi di hulu dapat berpotensi mengakibatkan bencana yang serupa.
Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan bahwa curah hujan di wilayah hulu memang meningkat, sehingga masyarakat harus lebih peka terhadap kondisi cuaca. “Tadi jam 15.30 WIB mulai masuk, dan mulai jam 17.00 WIB tambah naik,” ungkap seorang warga bernama Mila. Ini menunjukkan betapa cepatnya kondisi bisa berubah, mengingat hanya beberapa jam setelah hujan mulai, air sudah menggenangi daerah tersebut.
Strategi dan Solusi Menghadapi Banjir
Dalam menghadapi banjir kiriman, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh warga untuk mengurangi dampaknya. Pertama, meningkatkan sistem drainase lokal adalah langkah awal yang krusial. Pihak pemerintah daerah perlu berkolaborasi dengan warga untuk memastikan saluran air dapat mengalir dengan baik dan tidak tersumbat oleh sampah atau material lainnya.
Kedua, masyarakat perlu dibekali pengetahuan tentang cara mengantisipasi dan menangani bencana banjir. Penyuluhan tentang tanda-tanda awal banjir, seperti pengamatan curah hujan dan genangan yang terjadi, dapat membantu warga untuk lebih siap. Pembentukan kelompok siaga bencana di masing-masing RT juga bisa menjadi inisiatif positif untuk saling berbagi informasi dan sumber daya.
Dengan adanya pemahaman dan tindakan yang tepat, diharapkan bencana banjir kiriman ini tidak hanya menjadi masalah temporer, tetapi bisa dikelola dengan lebih baik oleh semua pihak. Penanganan yang lebih proaktif dan penyadaran komunitas akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi setiap warga.
Seluruh langkah yang diambil tidak hanya untuk mengurangi dampak banjir yang kini sering terjadi, tetapi juga untuk menciptakan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di hulu. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bersama agar peristiwa serupa dapat diminimalisir di masa mendatang.