loading…
Yayasan TIFA lewat program Jurnalisme Aman meluncurkan laporan yang merekam pengalaman jurnalis di tiga wilayah dengan tingkat kekerasan tinggi terhadap pers yakni Aceh, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat Daya. Foto: Ist
Sebanyak 65 persen jurnalis tersebut melaporkan bahwa mereka sering atau kadang-kadang menghadapi kekerasan atau intimidasi, yang berimbas pada cara mereka bekerja dan perasaan aman dalam menjalankan profesi mereka. Penelitian ini dengan sengaja membatasi cakupan geografis pada tiga wilayah tersebut untuk menggali lebih dalam konteks lokal, dan tidak dimaksudkan untuk mewakili keseluruhan kondisi di Indonesia.
Kekerasan Terhadap Jurnalis di Aceh
Di Aceh, jenis kekerasan yang paling umum dihadapi oleh jurnalis adalah intimidasi dan ancaman verbal, serta larangan liputan yang berasal dari berbagai pihak. Keberadaan sejarah konflik yang panjang di wilayah ini membuat situasi semakin kompleks. Jurnalis seringkali menjadi target, bukan hanya dari pihak penguasa tetapi juga dari kelompok-kelompok masyarakat yang tidak senang dengan pemberitaan mereka.
Dari wawancara yang dilakukan, banyak jurnalis bercerita tentang pengalaman menegangkan saat meliput berita. Ada kalanya mereka dihadapkan dalam situasi di mana alat-alat jurnalistik mereka dirampas, dan bahkan beberapa di antaranya mengalami kekerasan pascapublikasi. Pengalaman-pengalaman ini jelas menunjukkan bahwa meskipun kebebasan pers dijamin secara konstitusi, realitas di lapangan sering kali berbicara sebaliknya.
Kekerasan di Sulawesi Tengah dan Papua Barat Daya
Sementara itu, di Sulawesi Tengah, jenis kekerasan yang dialami jurnalis dapat beragam, mulai dari kekerasan fisik saat demonstrasi hingga pemaksaan penghapusan dokumentasi. Kejadian ini sering kali terjadi saat jurnalis melakukan peliputan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan Program Strategis Nasional (PSN). Dalam banyak kesempatan, mereka juga menghadapi pelecehan seksual yang menambah tingkat kerawanan profesi ini.
Penting untuk diperhatikan bahwa penanganan terhadap kekerasan ini memerlukan kesadaran dan dukungan dari semua elemen masyarakat. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga organisasi masyarakat sipil dan masyarakat umum perlu bersuara guna memastikan perlindungan bagi jurnalis. Dukungan terhadap kebebasan pers adalah bagian dari upaya memperkuat demokrasi dan meningkatkan transparansi di masyarakat.
Kesimpulan dari laporan ini menggambarkan perlunya sistem perlindungan yang lebih efektif di lapangan serta identifikasi celah-celah dalam advokasi. Para jurnalis di ketiga wilayah tersebut sangat bergantung pada jaringan dukungan dan sistem perlindungan, terutama di daerah dengan infrastruktur advokasi yang terbatas. Dengan meningkatnya kesadaran tentang kondisi yang dihadapi oleh para jurnalis, diharapkan ada tindakan kolektif untuk menjamin keselamatan dan keamanan mereka dalam menjalankan tugas yang sangat penting ini.