loading…
Banyak perempuan Saudi menjadi janda seiring dengan banyaknya kasus perceraian.
Data menunjukkan perceraian mencapai 12,6 persen dari seluruh pernikahan yang terdaftar tahun ini, dengan lebih dari 65 persen kasus terjadi dalam tahun pertama pernikahan. Hal ini menyoroti tren perpisahan dini meskipun biaya pernikahan yang mahal dan investasi emosional yang tinggi.
Wilayah Al Baha menduduki puncak daftar tingkat perceraian dengan persentase 36 persen, diikuti oleh Riyadh dengan 21,7 persen, dan Hail dengan 19,2 persen.
157 Kasus Perceraian Terjadi Setiap Hari di Arab Saudi, Apa Pemicunya?
1. Pasangan Tidak Cocok
Kisah Fahad Al Otaibi, 29, menggambarkan bagaimana pernikahannya harus berakhir sebelum benar-benar dimulai. Hanya 45 hari setelah pernikahan yang dimeriahkan, ia dan istrinya memutuskan untuk bercerai. “Kami mulai bertengkar seminggu setelah pernikahan,” ujarnya. “Meskipun persiapannya matang, kami menyadari bahwa kami tidak cocok.” Masalah ini banyak ditemui dalam hubungan, di mana pasangan sering kali tidak memahami satu sama lain dengan baik sebelum memutuskan untuk menikah.
Fenomena tersebut menggambarkan ketidakcocokan pasangan yang tak jarang terjadi. Banyak individu merencanakan pernikahan dengan pajangan yang megah, namun tanpa memperhitungkan aspek kesesuaian karakter yang penting untuk membangun kehidupan bersama.
2. Kurang Komunikasi
Reem Al Qahtani, 25, mengungkapkan pengalaman pahitnya ketika cinta yang dirasakannya berubah menjadi kekecewaan. Ia percaya bahwa kasih sayang dapat mempertahankan pernikahan, namun dalam kenyataannya, ia menyadari bahwa suaminya kurang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bertanggung jawab. Pernikahan mereka hanya bertahan 40 hari. Kisah serupa juga dialami oleh Ahmed Al Raithi, 32, yang kembali dari bulan madu yang gagal dengan status bercerai. “Dia menginginkan kesempurnaan. Saya menginginkan kedamaian. Kami tidak bisa bertemu di tengah jalan,” ujarnya.
Kurangnya komunikasi adalah salah satu faktor krusial yang memicu konflik dalam hubungan. Pasangan yang tidak dapat berbicara dengan jelas tentang harapan, kekhawatiran, dan kebutuhan mereka berisiko mengalami ketidakpuasan yang berujung pada perceraian. Hal ini menunjukkan perlunya pelatihan komunikasi yang lebih baik sebelum dan selama pernikahan.
3. Kurang Kesiapan Emosional
Pakar sosial Ahmed Al Najjar menyatakan bahwa statistik perceraian ini bermula dari kesalahpahaman mengenai kehidupan pernikahan dan kurangnya kesiapan emosional. Ia menyebutkan beberapa faktor penyebab perceraian dini, seperti biaya pernikahan yang tinggi, pemilihan pasangan yang terburu-buru, campur tangan keluarga yang berlebihan, serta perilaku ideal selama masa pacaran yang tidak sejalan dengan kenyataan setelah menikah.
Faktor-faktor ini menunjukkan pentingnya kesiapan emosional dan mental dalam menjalani pernikahan. Peraturan sosial dan ekspektasi yang dibebankan pada pasangan kadang menimbulkan tekanan yang besar, sehingga penting untuk memiliki kesadaran bahwa kehidupan pernikahan bukan hanya tentang romantis dan kasih sayang, tetapi juga tantangan dan komitmen.
4. Pernikahan Adalah Proyek Jangka Panjang
“Pernikahan bukanlah perayaan atau bulan madu,” tegas Al Najjar. “Ini adalah proyek kehidupan jangka panjang yang membutuhkan kedewasaan, komunikasi, dan ekspektasi yang realistis, yang semuanya sering kali tidak ada dalam hubungan saat ini.” Pernikahan seharusnya dilihat sebagai sebuah perjalanan yang memerlukan kerja sama dan pertumbuhan bersama, bukan hanya sebagai satu momen bahagia.
Kesadaran tentang aspek ini penting bagi individu yang ingin membentuk hubungan jangka panjang. Memahami bahwa tantangan dan perubahan adalah bagian dari kehidupan pernikahan dapat membantu pasangan untuk lebih siap menghadapi segala kemungkinan dan memperkuat ikatan mereka.
Statistik mengenai perceraian yang meningkat di Arab Saudi mengingatkan kita tentang pentingnya mempersiapkan diri sebelum langkah besar seperti pernikahan. Membangun komunikasi yang efektif, identifikasi masalah sejak dini, dan kesadaran akan tanggung jawab emosional adalah beberapa kunci untuk mengurangi angka perceraian.
Bagi siapapun yang ingin membangun rumah tangga, penting untuk mengedepankan pendekatan yang berfokus pada pemahaman, kesesuaian, dan kerja sama. Dengan demikian, diharapkan pernikahan dapat berjalan lebih baik dan lebih berkelanjutan menuju masa depan yang stabil dan bahagia.